Waktu yang singkat, kami habiskan dengan bernostalgia. Teringat kembali kesalahan fatal yang berawal dari sebuah canda, ketika kumis tipisku yang mulai tumbuh dibahas There. "Kog kamu ada, aku enggak?" dahinya mengernyit dengan mata iseng mengerling. Memang sesekali waktu kami heran, kumis dan jambang ayah mirip gambar wajah Demis Roussos dalam cover albumnya. Mungkin lagi malas cukuran. Lalu aku dan There sibuk mencari jawaban, "Bagaimana kalau nanti kumis Kakak tebal? Masihkah ada cewek yang naksir? Terus, bagaimana nasip Si Ibu, saat lagi 'ehem-ehem' dengan Ayah. Kan yang kena duluan kumisnya." Keluarlah semua resep: teh manis campur jeruk, bunga melati, rosella, kopi, coklat, jahe, mocca, strawberry. Semua diaduk-aduk dengan krimmer. Tak lupa sedikit rum. Sampai tidak jelas lagi rasanya apa, tapi takut-takut dan geli-geli yang menggila, dan lain-lain seputar ehem-ehem.
Kami rekam jawaban diskusi ini dalam sebuah tape recorder kecil, alat perekam rahasia yang selalu dibawa ayah saat bekerja. Setelah itu, diputar lagi sambil cekakak-cekikik sambil melantunkan lagu seloroh, "There ehem, There gila." There pun tak mau ketinggalan, "Kondrad ehem, Kondrad gila." Keesokan sorenya, kami tiba-tiba dipenuhi ketakutan luar biasa. There mengira aku sudah menghapus semua rekaman itu. Sementara aku pun mengira dia. Benar-benar lupa dan tidak kompak menyimpan rahasia. Setelah masing-masing bertanya, ternyata eh ternyata, semuanya belum terhapus. Dan tape kecil itu sudah tidak lagi berada di tempat semula. Aku dan There mulai menghindari diri bertemu dengan Ayah dan Ibu. Jika berpapasan, tidak berani bertatapan mata. Sampai sekarang, kami pun tidak mengetahui, apakah mereka menyimak atau cuek. Hihi, tatut. Mungkinkah karena kejadian ini, kami selalu dikerjai dalam setiap acara keluarga? entahlah.
Suatu hari, saat senja segera bergegas menyambut malam, Ayah memanggilku. Kami duduk berdua di bangku taman yang tersedia di teras rumah. Bagiku, inilah pembicaraan antara dua laki-laki yang selalu kukenang. Ayah awali dengan sidikan, "Mari bertanya, mengapa ada perbedaan laki-laki dan perempuan? Apakah hanya seks jawabannya? Lalu, apakah kita anggap seks itu sebagai suatu kenistaan, kotor, dosa kutukan, lalu semua itu berawal kepada wanita? Atau sebaliknya sebagai anugerah yang dipercayakan Allah? Mengapa Ayah mau mendiskusikan hal ini ke kamu?"
Dalam hati, "Dug, matilah aku. Pasti gara-gara tape itu. Ayah selalu mampu membaca pikiran, dan menyampaikan pesan-pesan sederhana berdialog, tanpa menyinggung langsung permasalahanku. Pertanyaan dan jawaban disatukan dalam pesan. Untungnya selalu meneduhkan, karena ia tak pernah menyimpan suara kebapaannya yang tertutur perlahan-lahan. Mudah-mudahan saja kali ini, isi rekaman itu tidak dibahas rinci."
Lanjutnya, "Kondrad, Ayah bangga melihat kamu begitu cepat mencerna seluruh pelajaran hidup yang Ayah dan Ibu berikan. Kamu terlalu cepat dewasa dibandingkan teman-teman sebayamu. Ayah selalu tersenyum sendiri melihat cara kamu menertawakan kehidupan. Namun akan tiba saatnya nanti, matamu akan melihat peran manusia berantagonis bertaburan, dan kenyataan yang sering berparadoks. Senang sedih semudah sandiwara, dan persis seperti maling teriak maling. Begini, kalau Ayah sebut 'selalu' atau 'cenderung', tidak berarti mutlak ya. Nah, wanita akan selalu bahasakan seks sejauh pancaran inner beauty di dirinya. Ia mau menerima dan berdiri di atas eksistensinya, atau pendirian di atas kenyataan apa adanya. Tahu kan maksud ayah tentang inner beauty? tidak hanya tampilan luar dan fisik saja. Nah, kita? Kita cenderung menghakimi birahi, libido, untuk dunia luar. Semata-mata demi benteng kesucian, kehormatan, kebesaran dan keagungan diri, lewat kata-kata yang dilemparkan ke muka orang lain. Semakin kasar, keras, sinis, kita semakin mencuri kemuliaan itu dari langit. Seakan-akan beralasan, kehormatan itu datang daripadaNya. Surga di tanganku, neraka buat orang lain. Tetapi adalah kenyataan, kita tidak menerima dan lari dari eksistensi diri. Semakin menjauhkan seks, semakin membelahkan jiwa. Mungkinkah ada kesucian diri dengan pribadi yang retak terpecah-belah?
"Kamu sudah belajar kan di sekolah, arti cinta eros, philia dan agape? Raungan eros itu kadang-kadang seperti ayunan nada melengking tinggi di musik blues. Menyayat hati. Sekarang Ayah mau masuk ke urusan cinta. Dulu, Ayah lagi senang-senangnya musik Mozart. Tapi dia pernah katakan seperti ini, 'Bukan tingkat intelegensia atau imajinasi tinggi yang menentukan kecerdasan seseorang. Cinta, cinta, cinta, itulah sesungguhnya jiwa dan kecerdasan*.' Kamu pasti berpikir, 'Ini seolah-olah berbicara tentang perbedaan identik antara laki-laki dan perempuan.' Tidak, ini bukan persoalan perbedaan. Maksud Ayah adalah, seks dengan segala disiplin ilmu, juga memerlukan kaca-kaca sublimasi. Semakin tinggi kaca-kaca kreasi atau rekonstruksi makna terhadap wanita dan pengertian seks, semakin kita menyadari, inilah jawaban-jawaban mengapa Tuhan mendesain perbedaan. Anugerah perbedaan itu adalah cinta. Demikian juga dengan perbedaan iman atau keyakinan. Sebab, semua yang Ayah bicarakan ini adalah bahasa karunia-karunia Allah. Maka bahasakan seksualitas itu juga sebagai ucapan syukur. Penuhi kanvasnya dalam proses penyucian diri dengan pujian-pujian kepada Allah, jauh ke dasar hati. Ini sebenarnya proses, cara kerja penyucian diri, yang bisa kita kembalikan sebagai tanda syukur menjawab manah Allah. Bajumu akan putih dan bercahaya, pada saat kuas hati dan pikiranmu harmonikan detail warna-warni kehidupan. Oops, sudah hampir malam, Kondrad. Kamu buatin Ayah kopi yah, besok kita lanjutkan lagi."
"Oke, Ayah," mulutku dingin dan kaku. Pikiran mengembara di dinding-dinding lorong buana senja.
Sangkala remahkan pijaran jingga
Cakrawala berpagar garis-garis merah saga
Terjura sambutan melabuhkan Sang Surya
Terlempar aku dalam pengantar kaca-kaca
"Terima kasih Ayah Angkatku."
-------------------------------
Catatan : *)Ricard Pratama, Kata-Kata Motivasi Pembakar Semangat, hal.80
Fragmen terkait bersambung :
http://fiksirekon.blogspot.com/2011/08/ambillah-ya-tuhan-semua-milikku.html
Sebelumnya :
http://fiksirekon.blogspot.com/2011/07/nikmat-yang-telah-dilimpahkannya.html
---------------
Wolfgang Amadeus Mozart disebut-sebut sebagai anggota freemason. Tabukah? Tentu tidak perlu ada kesederhanan yang dibuat-buat sulit. Maka, tidak ada satu pun alasan yang dapat ditemukan penulis, mengklaim secara total, dan tidak melihat siapa Mozart dari mahakarya, pengaruh dan sumbangsihnya di dunia musik. Apalah diri kita dan seberapa sumbangan kemampuan yang telah kita berikan kepada dunia. Dalam penelitian, musik Mozart ternyata mampu meningkatkan kecerdasan balita dan anak setingkat TK (silahkan digoogling). Tapi sering menjadi krusial dalam analisa, untuk melakukan dengan kesengajaan atau tidak, prejudice dari satu sudut pandang kepada keseluruhan demi keperluan atau kepentingan tertentu, pembiasan dengan memanfaatkan ketidak mengerti atau lupa.
Hal yang sejajar dengan pertanyaan, apakah dengan terinspirasi, menyenangi tema lagu dan jenis musik, ngefans dan salut dengan kerja keras mereka, sering mendengarkan suara Freddie Mercury (homoseksual), Goerge Michael, mungkin saja Boy George (rada kemayu), David Bowie (isu biseksual), t.A.T.u. (selalu mengusung tema lesbian), dan lain-lain, atau secara umum mengagumi penulis, filsuf, artis, ilmuwan dan tokoh lain yang disebut-sebut melanggar ketabuan, berarti juga kita memiliki prinsip yang sama karena kepribadian yang berbeda itu?
Draf tulisan ini sudah lama dibuat. Yang jelas penulis tidak terkait sama sekali, atau memberikan maksud dengan tendensi apapun tentang hal demikian. Murni saja dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan waktu kekinian. Sudah dalam hitungan abad toh sejarah itu. Nah loh, bentul khan?
'Ambil yang baik, buang yang tidak bermanfaat,' satu adagium jadul terbaik ketika berkomitmen untuk belajar. So Sahabat Inspirasi, nikmati saja bilamana kita punya prinsip dan berpikir konsisten dengan kesederhanaan analisa. Salam.
----------------------------------
Wolfgang Amadeus Mozart - Mozart: Piano Concerto No. 21 in C Major KV 467 - I. Allegro Maestoso by orchardmusic. Copyright 2010 www.kuk-art.com - Josef-Stefan Kindler & Andr.
Wolfgang Amadeus Mozart - Mozart: Piano Concerto... by orchardmusic