Maunya Apa sih? Dari Dulu Nggak Ngerti-ngerti (Bongkar)


"Ma, coba aku dulu jadi keluar negeri. Pasti uang kita sudah banyak."
"Wah, nggak ada Neo dong."
"Iya ya. Ma, coba dari dulu aku ikutan teman-teman main politik. Pasti uang kita banyak."
"Pa, ada lo cerita, Si Ono teman kita dulu, pengacara sekarang. Disekolahin mertuanya, malah istrinya diduain. Manut lagi istrinya. Kasihan. Dia kan rada keren. Pas menang perkara, ditempelin cewek-cewek cantik. Eh, pulang ke rumah selalu mabuk-mabukan. Istrinya jadi malu, mesti omong apa ke orang tua."
"Masak, tapi dulu kan nggak ada apa-apanya ya. Nggak sangka. Hebat."
"Apanya yang hebat jadi omongan orang. Tak tahu diri gitu lo. Kalau mau main politik kenapa nggak dari dulu, Pa? Tapi baguslah nggak jadi. Ntar kayak Si Ono lagi."

"Tuh Ma, teman-temanku pada muncul di TV. Bicara Century lagi. Padahal dulu nggak ada apa-apanya. Gugupan. Kok sekarang jadi lancar. Pernah merah mukanya itu, waktu aku kritik di rapat kemahasiswaan. Rambutnya masih lebat. Kok sekarang sudah botak ya. Galak lagi. Nah, kalau tetap idealis, bakalan bagus nih DPR."
"Apanya yang bagus jadi anggota DPR? yang ada dihina orang lain."
"Tuh, Ma. Si Opo jadi ketua rapat komisi. Masak Mama nggak kenal sih? Nah, rasain deh elu. Bingung mau bela Century apa nggak. Hehe…pake trik ngalihin pembicaraan. Ngulur waktu lagi. Basi Bung, basi. Kasihan ya ditonton banyak orang, mulut nggak sesuai hati. Ketemu teman-teman, pasti diketawain."
"Lupa aku. Ah, nggak usah dipikirkan, Pa. Tuh, mending capek-capek nulis di Kompasiana, daripada jadi orang hebat, dibilangin muna."
"Ma, Si Neo kayaknya belum tidur." Sambil kedip mata.
"Ehem. Ntar ya, Pa."

Dalam hati masing-masing :
Papa   : Ah, istriku makin cantik aja kalau Si Neo sudah bobok.
Mama : Biasa nih, suruh Neo bobok. Pasti ada maunya. Gitu dong dari tadi.

——
"Udah bobok anak kita, Maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?"
"Hem...."
Papa : Kayaknya lagi males jawab. Padahal tanyaku sengaja dipanjangin. Tes dulu ah.
"Mimpi dulu yuk, besok kita cerita lagi sayang ya."
Papa : Kalau aku salah pasti bereaksi. Kalau benar, pas. Kan halus pake kata mimpi. "Bobok" gitu lo.
"Heeeeem.........!"
Mama : Maunya apa sih? dari dulu nggak ngerti-ngerti dibilang ehem.
Papa  : Terima kasih istriku. Hidup kita tak jua semakin membaik. Tapi engkau mau menerima aku apa adanya. 

Nggak nyambung.

"Mama, Papa, aku bangun lagi. Aku tidak bisa tidur," teriak anakku.

---------
Catatan :
Lirik lagu dari link di Youtube.
Sekilas dialog (eksoforik), reposting dari Kompasiana, tanggal 5 Mei 2011, tahun lalu. Hanya lagi terpikirkan dan ingat pernah menyinggung hal ini ;

Hari-hari Oktober awal, tahun 2012, semakin membenarkan. Satu lagi kasus semakin terkuak. Semoga yang dipertontonkan televisi tidak demikian, Kawan. Selamatkan dirimu dan bongkar semua dengan sejujur-jujurnya. Harapanku yang terutama dari dulu di kepala, engkau yang kukenal dan t e r u t a m a, selamatkan idealismemu.







BONGKAR

Kalau cinta sudah dibuang
Jangan harap keadilan akan datang
Kesedihan hanya tontonan
Bagi mereka yang diperkuda jabatan
Ooh ya oh ya oh ya bongkar2X

Sabar sabar sabar dan tunggu
Itu jawaban yang kami terima
Ternyata kita mesti ke jalan
Robohkan setan yang berdiri mengangkang
Ooh ya oh ya oh ya bongkar2X

Penindasan serta kesewenang-wenangan
Banyak lagi...
Teramat banyak untuk disebutkan
Oh hentikan,hentikan jangan diteruskan
Kami muak,dengan ketidak pastian dan keserakahan
Di jalanan,kami sandarkan cita-cita
Sebab dirumah,tak ada lagi yang bisa dipercaya
Orang tua,pandanglah kami sebagai manusia
Kami bertanya,tolong kau jawab dengan cinta