Mereka Julukiku Hanya (II)


Lembar Akhir : Puisi Anakku Terbilang

meratapi realitas hanya bonekaboneka  f l a m b o y a n  
glosari yang hanya melangkakan k e t e l a d a n a n  
selain kerangka mereka hanya  h i a s a n  
perada berkodeks k e k u a s a a n  

nyatanyata hanyalah peranti para generator m u l i a 
yang bertubitubi merajam dengan hanyahanya  h a n y a 

sayupsayup kudengar semakin lebar kedua kutub meruaskan hujan      b e r i l u s i memampas aria dari sulur wirama ketiadaan nadanada  selain  d a h a g a  kering lidah faktafakta semakin berparalel  terjamah binasa hanya dari jemari s e n d i r i  kendali jarak batas  mementasi  h a n y a  parlemen jalanan anakanak  n e g e r i




-----------------
Renungan Bara’ :

Mungkin saja Hirah kehilangan bahasa kasih karena perhatian orang tuanya tersita. Mereka berusaha menghindari kebangkrutan dengan mempertahankan perusahaan tetap berskala besar kendati terus merugi.  Alih-alih ramping, sekian milyar begitu leluasa bertransaksikan citra mereka sejak menjadi anggota perwakilan rakyat. 

Bisa dipahami sebagai tanda bermula. Jika hukum dan politik bablas bersama arus gelombang kapitalis,  hati nurani luluh bergetar di tali kekang industri perikanan, tidak jelas lagi siapa yang berdaulat di negeri ini.

Konflik ini membakar seisi tungku dengan bara. Tiada habis-habisnya di telapak kaki semangatmu mendarahabadikan satu kata. Hadapi.  Seperti berkah pedang Jeanne d’Arc* setelah merebahkan diri di padang ilalang, engkau urat batu dan bara gerakan frontal para aktivis. Kehadiran anak perempuan yang sulit diterima kedua pihak keluarga, purna melambangkan pedang itu.

Apakah epilog pengkhianatan dan pengadilan sesat adalah juga jalan hidupmu? entahlah. Yang jelas aku tetap siaga demi perjuangan bersama.

Catatan :
Puisi terkait sebelumnya : Mereka Julukiku Hanya (I)
Jeanne d’Arc pahlawan Perancis yang terkenal dengan gerakan frontal.

Terucap terima kasih sekali karena sering tanpa disadari, penulis terinspirasi dan terbimbing selama ini di Kompasiana maupun di Google Followers. Serta mohon maaf kepada sahabat-sahabat pembaca jika tidak terhindar kesalahpahaman sering terjadi di sana-sini. Selamat Natal 2012 dan Tahun Baru 2013. Salam.


Shinedown - Second Change

Songwriters: Bassett, Dave Richard; Smith, Brent;

My eyes are open wide
By the way I made it through the day
I watch the world outside
By the way I'm leaving out today

I just saw Haley's Comet, she waved
Said, "Why are you always running in place?"
Even the man in the moon disappeared
Somewhere in the stratosphere

Tell my mother, tell my father I've done the best I can
To make them realize this is my life, I hope they understand
I'm not angry, I'm just saying
Sometimes goodbye is a second chance

Please don't cry one tear for me
I'm not afraid of what I have to say
This is my one and only voice
So listen close, it's only for today

I just saw Haley's Comet, she waved

Said, "Why are you always running in place?"
Even the man in the moon disappeared
Somewhere in the stratosphere"

Tell my mother, tell my father I've done the best I can
To make them realize this is my life, I hope they understand
I'm not angry, I'm just saying
Sometimes goodbye is a second chance

Here is my chance
This is my chance

Tell my mother, tell my father I've done the best I can
To make them realize this is my life, I hope they understand
I'm not angry, I'm just saying
Sometimes goodbye is a second chance
Sometimes goodbye is a second chance
Sometimes goodbye is a second chance






Mereka Julukiku Hanya (I)


Lembar Akhir : Puisi Anakku Terbilang

tidak memilih urutanurutan halaman hanya dengan tekersik    t e r l e w a t i  rohroh pemeraga zaman meniadakan peritperit membait hanya di pusaran  i n t i  terlukis hanya sesak memperkanon nafas mahasempurna  m e n g g e n a n g i  hanya di taman bergantung sekabut aroma m e m u s a r i   

 begitulah dataran gigir aktiva ayahibu hanya paradoks  d e m i  putihnya pasir pantai dengan hanya memperayat bahasa  a b r a s i  berlumur orasiorasi  k u b e r n y a n y i  setahun  h a n y a

selaras titik akhir maut tuhan bicara jalan hitamku  a t a s  n a m a  pedang jehanne tuhan bicara anugerahkau hitamku  b e r n a m a  selaras tengkuk peluru para petarungkau  atas doadoa  b e r n a m a  selaras para penyapu jalan julukanku sampahkau  kita  b e r n a m a hitam membuktikan siapa sebenarnya di balik prasadar b e r n a m a  selaras pustaka negeri setelah katakata langit beribadah 
a t a s   n a m a


tarikan nafas jalanan gerak s u a r  s u a r a hitam itu nama mimpi yang begitu berat  m e n y e n t a k  tanyakan arti kemerdekaan dengan sepotong lagu dan  b e n d e r a  tidakkah dia perjuangan para petani dan  t u k a n g   b e c a k  tidakkah dia kelompokkelompok agama dan kampungkampung  b u d a y a  pun dia veteran dan kaum marjinal yang t e r l u p a k a n  

t i d a k k a h  di setiap detak nadi mereka yang tidak kuat lagi m e m b o h o n g i  sepotong pikiran yang jatuh dan tersadar  b e r k a l i k a l i  di setiap lekuk pralambang warisan  a l a m i  sekarat pun mereka tidak berani  l a g i  bermimpi 

buka matakau  h i r a h
lepaskan  sepotong  m e m o r i 
engkau pernah terlahir  d i   s i n i 
dengan sekeraskerasnya katakanlah  k e p a d a 
negeri mimpikau  i t u l a h  tanah air yang  m e r d e k a

------------------
Puisi terkait sebelumnya : Paragraf Saksi (II)
Puisi berikut : Mereka Julukiku Hanya  (II) - Lembar Akhir : Puisi Anakku Terbilang 

AUDIOMACHINE - PATH OF FREEDOM





Paragraf Saksi (II)


Lembar Pertama : Puisi Anakku Terbilang

malam kami menarik bulan saat merasakan panasnya mentari karna siangmu liurkan mentari saat tanganmu sedingin malam 

genggam tajam tawatawa setajam pisau palet di kanvas jiwa memiara babaran surga baru di diam merejam jawablah jika ingin tidaklah lagi  sandarkan kalam  merahimi

engkau yang tiadakan aksara manakala hirasmu menyeberangi arah sebenarnya ingin mendengar mu buta selayaknya embunembun berpangku sebelum tiba  fajar merangkai tepian sadar dedaunan begitulah di reranting mimpi menandakan jiwamu kusumakusuma yang tidak akan  meniadakan cahaya bersangkar lupa katakanlah diammu melalui rahasia  mereka

         jika sedari dulu ada di tangan kiri bom waktu karna di tangan kanannya pupapupa  dari rumah kaca berkatarak sunyi  dia menjauhkan mata batinnya bermakna dengan segala alasan dan cara  terbuka misteri waktu dan kebenaran cara mereka memperlakukan


Renungan Bara’
Belum tentu kehamilan di luar nikah hanya disebabkan kesalahan pergaulan remaja. Karena “sebab” tidaklah berdiri sendiri.
-----------------------------------------

Puisi terkait sebelumnya :
Puisi berikut : Mereka Julukiku Hanya  (I) – Lembar Akhir : Puisi Anakku Terbilang 





Paragraf Saksi (I)




Lembar Pertama : Puisi Anakku Terbilang


         jika anaknya tidak membuta  akibat pecahan bom waktu mereka tidak memperlakukan dia seperti anaknya sendiri tidak terjadi apaapa  kata mereka kekar berkalikali

sementara kami  segaris memori tersusun lama subbagian kecil jerat pupa di kacakaca kedap suara  jiwajiwa siapa tersapa  daripadadaripada  d a r i p a d a  generator idiomkan iklaniklan di trotoar  jejalmenjejal aroma berkoarkoar  skala rekareka menjengkal faktafakta  menyudahi semudah memperkosa berita  dekade serumpun minimalis di balik meja mempernyawa pelukan membiuskan lengah  memarak logika kanakanak bermanja  luruh terimun kesangatan rasa   hangat sesemu selimut penjara  kelam malam membebal bala hingga leherleher tersketsa  hitam berbintik selaka  iringi jangkrik nyaring bersama    penyangkalan di sanasini menjelma dengan membasuh wajah aibmu bukan darah kita 


mungkinkah sayatan sumsum memerih merentakrentak tulang melepas sendi  mungkinkah tanyatanya terdiam nyeri  manusia peti mati petikan kayu neraka berpetipeti  mungkinkah menggelar kemenangan berkaki   setiakan repihrepih terinjakinjak menyepi  mungkinkah semua tradisi sanksi  terpicing berjualbeli

sementara  kini   kacakaca kita seribu mikrofon bertangkai  modulmodul kebanggaan saban hari dikencingi  air liur dari palet rumah kaca hargaharga bersilih  bait pertama dan akhir paragrafkan ⫽ saksi

koma identikkan kebekuan  kala titik meniadakan koma  lupa dirahib keharuman mengampu getageta bernama  memantaskan telingatelinga terdepan  menggiring lininya nanahbernanah  di balik detak nadinadi melarik  titik dan koma kerendahan hati merindukan detik 


-------------------------------

Pengantar puisi sebelumnya :




The Verve - Rather Be

There`s no need for introductions
No dark corridors and fame
you`ll find your fortune
you might find some pain
i wanna lie, lie together
feels like our last embrace
in a world full of confusion
yeah, human race


But i`d rather be here than be anywhere
is there anywhere better than here?
you know these feelings i`ve found they are oh so rare
Is there anywhere better than here?
sometimes life seems to tear us apart
don`t wanna let you go
sometimes these feelings hidden 
i start to cry
cause i won`t ever let you go


Mmmmmmmmm.... Multiplying


Always livin under some vow
Always on the eve of destruction
Make you wanna scream out loud
and as i watch the birds soar
amount of lies of which you spun
o mmmmmmmmmm, while i'm still crying
Oh another day is coming
Cause i`d rather be than be anywhere
is there anywhere better than here
You know these feelings i`ve found they are oh so rare
Is there anywhere better than here
Sometimes life seems to tear us apart
don`t wanna let you go
sometimes these feelings hidden 
i start to cry
Cause i won`t ever let you go
But i`d rather be here than be anywhere
is there anywhere better than here
you know these feelings i`ve found they are oh so rare
is there anywhere better than here. 
(repeat)


Sometimes these feelings hits me
sometimes these feelings hits me
these feelings are oh so rare....







Pengatar Puisi Anakku Terbilang (I)



Dari tumpukan berkas di meja sahabatku, Barry B. Hirah, terselip dua lembar kertas ber-print out bait-bait puisi. Pikiran lagi-lagi terpaku setelah kurapal habis. Siapa dia sebenarnya? kenalku sebatas pergerakan. Dia pendatang baru, luwes, karismatik, eksentrik, rada geeran, dan cepat diterima. Takbutuh setahun aktif dinobat menjadi jenderal lapangan.

Dalam sebuah acara simulasi ketika mengikuti pelatihan bersama dulu, aku pernah menghadiahkan dua tamparan. Perintah Instruktur harus keras.

“Plak,” terdengar setengah niat.

“Terlalu pelan. Bayangkan di barisan depan, kamu itu tentara yang diolok-olok mahasiswa. Benar-benar mendidih. Muka merah seperti udang rebus!” Instruktur serius marah-marah.

“Pluuuuuuuuuak,” tidak ada halangan lagi. Kulihat mata dan pipi kirinya merah. Berhasil.


Duh, untunglah tidak terkapar. Atau sensitif seperti anak-anak tanggung yang bangga dengan kedinasan ayahnya di kompleks rumah tentara karena dihardik secuil kuku. Pelatihan ini memang memermak mental. Tidak kuat gugur, tidak mampu mundur.

Kondrad iseng-iseng merekomendasi. Dia bara yang mampu merangkul spirit kita di lapangan. Instruktur bahkan mengamanatkan nama Hirah: hitam laksana urat kuarsa abadi di celah sesang dan merah di bara menyala. Nama yang mirip dengan namaku, Bara’.

Kini Hirah tidur-tiduran di kamar hotel para bintang penghuni Lapas. Kebetulan saja nasibmu kawan. Mungkin saja giliranku di aksi berikut. Tetapi jalan hidupmu mengingatkan kisah  seorang pujangga Romawi. Prinsipnya kemilau matahari. Pujangga tidak perlu tahu detail apa yang terjadi dengan karya-karyanya. Siap menerima akibat. Semua apresiasi hanya jubah kebesaran figuran. Ia tidak perlu lagi membuang waktu memilih bahan kain apapun. Tekstur bermotif apapun. Atau mengupah perancang termahal. Karyanya sendiri lentera yang banyak dibicarakan di lembaran ruang kerja penyair dan di pentas-pentas sastra. Ia berada di luar jangkauan setelah tulisannya dibaca orang lain. Semakin purba, semakin dicari, semakin menginspirasi, semakin bersinar sepanjang masa.

Kaisar membuang sang Pujangga ini. Ovid¹ tua terasing di pinggiran Laut Hitam. Sebelum karya terakhir rampung, hayat Ovid berlalu. Bukti menulis tiada terkekang takdir yang hadir hilir mudik sesuka-sukanya. Apalagi terkekang sebatas menanggung akibat selain itu. Terhakimi, terindimidasi, atau terkunci surga penulis hasil rekaan pembacanya semata-mata, serta-merta, dan semena-mena. 

Aku juga pernah mendengar kisah wanita penulis tanah air². Hanya karena di dalam cerpennya mengangkat satu kasus yang ditabukan pihak tertentu, ia menerima ancaman pembunuhan.

Yah, penulis-penulis demikian sejatinya tidak melepas diri dari keberpihakan, harapan, dan idealisme. Meski tekanan mencengkeram, karpet tebal³ selalu tersedia menyambut para penulis yang terpanggil membumikan karya-karya pencerahan. Sisi lain, tersedia analog  ‘jiwa dan tubuh’ di antara kepekaan dan makna hakiki yang diperjuangkan bersama. Jika salah satunya terpisah, tubuh itu mati. Tubuh yang utuh akan mati hanya karena takdir. Absolut jiwanya bernama inspirasi. Satu determinasi telah berada di sendi-sendi peradaban. Atau tersimpan anggun di museum pribadi.

Bagaimanakah geliat perjuangan mereka esok hari? Tuhan saja yang tahu. Sebab halaman sejarah tidak berbicara kecuali perubahan itu sendiri. Penulis akan merefleksi diri. Apakah tema-tema yang diusung tereksploitasi hanya demi kepentingan lain atau konsisten fokus. Akhirnya kemurnian mempertanya karpet tebal yang memperkuda perubahan. Ah, tepuk jidat dulu.


Keterangan kutipan :
(1) Diketahui (awam) Ovid adalah nama panggilan dari Publisius Ovidius Naso. Salah satu referensi dari tulisan Dr.Tri Budhi Sastrio.
(2) Pesan tertulis dari Putu Wijaya. “Helvy, menulis adalah berjuang.” Lalu ia berkata (potongan) kepada guru bahasanya, “Menulis itu perjuangan yang menyenangkan.” Salut.
(3) Terinspirasi dari lagu “I am the highway”. Terbaca : Tidak semewah ‘pearl’ atau senista ‘swine’ , dll.  Jadilah diri sendiri. Atau Andalah pemimpin sejati diri Anda sendiri.




I AM THE HIGHWAY

Songwriters: Commerford, Timothy; Cornell, Chris; Morello, Tom; Wilk, Brad;


Pearls and swine, bereft of me
Long and weary, my road has been
I was lost in the cities alone in the hills
No sorrow or pity for leaving I feel, yeah
I am not your rolling wheels
I am the highway
I am not your carpet ride
I am the sky
Friends and liars, don't wait for me
'Cause I'll get on all by myself
I put millions of miles under my heels
And still too close to you I feel, yeah
I am not your rolling wheels
I am the highway
I am not your carpet ride
I am the sky
I am not your blowing wind
I am the lightning
I am not your autumn moon
I am the night, the night
And I am not your rolling wheels
I am the highway
I am not your carpet ride
I am the sky
But I am not your blowing wind
I am the lightning
I am not your autumn moon
I am the night, the night
Yeah
Yeah
Yeah
Yeah



Pengatar Puisi Anakku Terbilang (II)

Kunci kamar kos Sobatku sengaja dititipkan. Maklum anak gaul. Senang dengan proyek rahasia. Baru saja lulus kuliah, eh, langsung nikah. Daripada perut besar calon pendamping  tergosip tetangga.

Sayang sekali, Hirah kehilangan momen menyaksikan kelahiran anaknya. Penasaran yang tiada terbendung lagi sesegera mungkin menimang-nimang buah hati. Karena itulah nasibnya menguliahi,

“Biar terdekam sebentar di kolek kecil. Tenang-tenang mendayung dan hanyut berpikir. Yang penting nggak lari maraton di jalanan lagi. Estafet saja. Karena kebahagiaan keluaga menantimu setelah keluar. Barang beberapa hari makin cantiklah barang itu. Bahagia atau ‘terpenjara’ lagi dalam bahtera kehidupan baru? sama saja. Yang beda hanya ukuran luas tempat tidur. Aku tetap skenariomu.”

Sesuai permintaan rahasia, beberapa file yang menyilaukan mata rada berkonser merem-merem melek di-delete dulu. Sekalian data-data pergerakan. Sekarang tuntas. Lain kali hati-hati, Sob. Data mudah dicomot penunggu menara.

Puisimu dipublikasikan saja. Kukonfirmasi dulu. Konteks sosial pas. Apa adanya. Imajinasi berserakan. Tapi cukup satir. Namanya juga puisi. Tentu bukan notulen atau hasil wawancara sebagaimana persis proses langsung jadi makanan cepat saji. Setidaknya khas. Lalu relakan penikmat menjadi hakim dan jaksa. Terkadang lumrah yang terhakimi justru berakar dan berimpak sama di hening belantara puisi berniscaya makna milik pembaca.


Meskipun tampaknya realitas memusuhi inginmu, renunganku menangkap nuansa ketegaran. Nyata berat memikul beban yang membekas pekat kelam. Melepas dendam dan kejaran dosa tidaklah semudah mengalirkan aksara. Tersisa bekas dan tak mudah tergantikan. Sekalipun berkali-kali berkata, kita harus pundakkan tantangan bersejarah itu dengan jiwa besar. Puisi pribadi membantu pengungkapan suasana hati. Sekedar meringankan dalam pelepasan. 

Saat tangan kanan meraih mimpi, tangan kiri meminta pelepasan. Kedua kaki berjalan di atas seutas tali, keseimbangan menanti pengorbanan. Keiklasan tidaklah mensyaratkan kepala berpaling ke belakang atau tertunduk ke bawah meratapi bayang-bayang. Apapun situasi yang terjadi di depan nanti, tanggung jawab dan tujuan tidak meminta langkah terhenti. Hadapi.

Aku sendiri tidak lebih baik dari perkiraanmu. Jika memang keras membentur dan percuma, menganggap masalah layaknya teman baik, itu lebih menyenangkan. Karena sentuhan sunyi kadang kala menggenapi. Puisi dan saling percaya selama ini menyampaikan sinyal kuat melalui diammu. Engkau satu saudaraku satu kata dalam satu perjuangan.*



Bersambung ke puisi. Lanjutan dari Pengantar Puisi Anakku Terbilang (I)
*) Terinspirasi dari “Satu zat satu urat”, frasa Chairil Anwar



Bruce Springsteen The River Lyrics


I come from down in the valley where mister when you're young
They bring you up to do like your daddy done
Me and mary we met in high school when she was just seventeen
Wed ride out of that valley down to where the fields were green

Wed go down to the river
And into the river wed dive
Oh down to the river wed ride

Then I got mary pregnant and man that was all she wrote
And for my nineteen birthday I got a union card and a wedding coat
We went down to the courthouse and the judge put it all to rest
No wedding day smiles no walk down the aisle
No flowers no wedding dress
That night we went down to the river
And into the river wed dive
On down to the river we did ride

I got a job working construction for the johnstown company
But lately there aint been much work on account of the economy
Now all them things that seemed so important
Well mister they vanished right into the air
Now I just act like I don't remember, mary acts like she don't care
But I remember us riding in my brothers car
Her body tan and wet down at the reservoir
At night on them banks I'd lie awake
And pull her close just to feel each breath she'd take
Now those memories come back to haunt me, they haunt me like a curse
Is a dream a lie if it don't come true
Or is it something worse that sends me
Down to the river though I know the river is dry
Down to the river, my baby and i
Oh down to the river we ride