Momen I/ Tangisan Perempuan Hamba Sahaya
Di ajang jamuan malam pemuas lapar dan dahaga, terhidanglah beban hukum dikotomi. Bagai pisau yang membelah dengan presisi berkuasa: bersih, agung, suci, terhormat, seraya sisi lain tersisih dari piring estetik emas dan selaka. Simbolis hidup mereka, berabad-abad lazim dan sahih bernilai tukar. Kepala perempuan hamba sahaya tertunduk setelah memandang cermin yang membinarkan mata ego ke seluruh lelangit. Betapa kita latah di batas ruang dan waktu. Sulur bayangan milik siapa lagi yang harus melahap rakus sisi-sisi lain yang tersisa di lantai mozaik jiwa mereka?
Dengan anggun atas nama kebenaran di bawah kaki meja kehormatan
adakah di antara kamu sudi meramahkan diri bagi keluarga kami
memopong anak-anak papa kala meminum lumpur
suapi para jompo tanpa kerikilkan batu
tiada hakimi kekerasan
menjagal keadilan
menista tubuh
menjajah sisi lain
membersih nanah sendiri
tatkala bekerja siang dan malam
mereka menukar semua tuduhan gen wanita
demi pelecehan kebenaran melata di dasar lautan tanya
sekian abad, siapa sesungguhnya kami dan liar di kuk kodrad ini
Jauh di lembah usang, masih mengalir air ludah dari bibir mayat hidup, menggahar matahari dengan pesan menggema setelah sang hayat menghindari kebusukan,
“Jangan jadikan klaim atas nama kehormatan dan moral berlimpah nafas suci, membuatmu diam terjebak kepada telinga yang tulus mendengar pertanyaan itu. Atau menerima air mata menjadi darah baru bercucuran di atas raga jawaban hampa karna jiwa berdalih, apa yang sebenarnya mereka lakukan. Karna tuli itu tangisan panjang perempuan sahaya.”
“Jangan jadikan klaim atas nama kehormatan dan moral berlimpah nafas suci, membuatmu diam terjebak kepada telinga yang tulus mendengar pertanyaan itu. Atau menerima air mata menjadi darah baru bercucuran di atas raga jawaban hampa karna jiwa berdalih, apa yang sebenarnya mereka lakukan. Karna tuli itu tangisan panjang perempuan sahaya.”
Momen II/ Hening Lelap Malam
Malam ini, ku percayakan pengekalan kepada mereka yang setia memangku rebahan. Dengan senandung mahasempurna semesta hibahanNya, ingin kudengar setiap suara persembahan. Biarlah sisa-sisa doa kejujuran tetap berlari riang di hamparan indah nebula-nebula kan membius sadar, aku terbang bersama lelapnya hening sebelum kerinduan menerima dekapan alam:
Kekasih
istirahatlah
meski ku percaya
kuas meniti detik-detik
milenium menyeka kanvas
bersandinglah abad dan adab
perubahan tak membenam serupa senja
Malam kan mengambil panas matahari
malam kembalikan jiwa-jiwa sahaya
kepada rahim kasih semesta alam
kepada jemari fajar keemasan
kepada jemari fajar keemasan
membernaslah kenyataan
di pundakmu karang
ketegaran
—————Catatan :
Fiksi Kolaborasi Bang Kemal-Sunny Huang
Momen III/, dipersembahkan untuk FPK
Referensi musik inspirasi, Nocturn :
Reposting dari Kompasiana/BangKemal, 27/10/2011
Lirik terjemahan google (Norwegian) :
Let the day/ get it’s rest/ and the night will recede for the day
Nocturn/ Look, the night/ have to go/ so the night can give birth to a day