Tak Butuh Protokoler Sendu Sedan Kemerdekaan
Pada Tuan-Tuan Perangkai Kata Pengisi Kemerdekaan
bunga-bunga karang kami bukan hanya titisan tapaan perjuangan
gema sukma pusara-pusara lantang membahana selamanya,
merah darah pekat merasuk dari sonar dawai keberanian
putih tulang-tulang meruap penuhi relung kesucian
dengan junjung hormat... dengarkan,
Buang saja pameran moralmu!
agar menguaplah liur sampah-sampah berbusa,
jalan cerita kelam pengkhianatan bangsa
Pada anyaman tikar bermozaik zaman,
menyembah nyiur peradaban melambai kaku nan kelu
Tak cukupkah malu tepian pantai berkecipak suara,
angkara murka merajam mereka tidak henti-henti?
bukti.. bukti.. bukti ... sampai di ujung jembatan,
panorama berlapis emas segenap taman pualam kemerdekaan,
tak butuh penjajahan baru itu
Sekian lama lembaran kesadaran membisu dalam seteru
pendulum kedaulatan di tangan kami,
berganti wajah para loyalis partai pongah berdasi
rakyat miskin tegarkan hati, terjajah kebodohan arti
Sekian lama lecutlah kedua tangan perkasa dan berkata sama,
Ijinkan Merah Putih mencakar langit dari ujung tiang bendera
agar meluap dari kawah-kawah nusantara, mutiara-mutiara pretasi bersama lahar nyali
agar raib dari segala tajam sembilu, terpekur perjuangan suci anak-anak negeri
Membuang segala pengap di kolong langit harga diri, maaf...
tak butuh hipokrit ala demokrasi itu
Pada ngarai dan lembah persada,
Mengapa tidak engkau relakan pusaka leluhur,
abadi berlapis gumpalan-gumpalan harapan pertiwi menghayati?
Kami yang telah sejarahkan singgasana patriotisme
hanyalah fosil-fosil mayat tak berarti, terbungkus tahta pahlawan,
terbuang sia-sia dengan monumen batu, bagai anak tiri di alam nagari
Sampai kapan duhai pewaris JAS MERAH*, kejujuran teringkar mengiba dispensasi
demi angka-angka luhurkan citra nasionalisme diri?
Wahai titian waktu, terasa derai air mata kharisma bendera tak cukup membasuh
wajah-wajah pembawa titipan abu datang dan berlalu,
berpaling dari hadapan api atma pengabdian,
cahaya panji-panji kesetiaan AMPERA
Usai sudah wangi kemboja di rebahan raga, seraya tak sanggup ratapi janji demi janji,
jika memang jawaban tak lagi sudi binarkan bangga menyakal dalam dada,
Mengapa harus sekian kali, ku titipkan bangsa ini?*
Janganlah sekalikali ludahi tanah di atas makam
dengan kidung penghormatan, tanpa warisan jiwa kami
Tak butuh protokoler sendu sedan itu
Catatanan :
*) Yang sering diucapkan Soekarno.
Renungan (impersonal) Hari Kemerdekaan, dari pesan Pahlawan Nasional, Satu Kata Dengan Perbuatan.
Sumber gambar : Mencium Sang Merah Putih
Teman inspirasi dari sumber youtube : http://youtu.be/G46xAXYOQFg