Dari Wasior, Mentawai, dan Merapi, Terima Kasih Relawanku


Relawan Bangsaku
--
Seperti fajar pagi menyapa
di sela dinding kaca detail gemuruh dan cahaya pengharapan
ia menanak nasi demi puak-puak anak bangsa
lemparkan aura ketulusan, wejangkan kebersamaan
-
Seperti ombak laut bersahutan
di balik kilatan pedang kepalsuan dan riak menyatukan kebenaran
ia diam seribu kata mendengar hinaan sempalan dimensi jaman
tundukkan bujalan tanpa pengandaian lagi, dalam terang belas kasihan
-
Seperti bening air sungai mengalir tiada kan henti
di sela kerikil sejarah bangsa dan rinai plot-plot pencerahan
ia memopong tubuh lunglai, 
kembalikan arca kaku penghuni negeri,
teladankan nilai-nilai keagungan, 
tundukkan kepala untuk sebuah kehormatan
-
Seperti bayu lirih menyentuh tatapan
di balik irisan nada puput nestapa dan bersiran kebahagiaan
ia resapi raungan kematian dan murka, tanpa rapalkan satu pun bahasan
benakkan ketabahan di kilasan mata 
"Saudara saudaraku, hidup harus terus berjalan"


Wahai Anak Bangsa
-
Seketika ratusan nyawa telah hilang dari rumah kita
ribuan saudara-saudara lumpuh dalam pengharapan
Seketika ratusan mayat terkubur tanpa nisan yang pantas
ribuan sanak keluarga dan sahabat larut dalam tangisan panjang
-
Beban mereka sudah terlalu berat kawan
Tidaklah mungkin mereka tandukan dengan pundak terluka
Cukuplah.. cukuplah sudah.......
lembaran kisah-kisah itu menjadi lembaran sejarah bangsa
Agar semua mata semakin terbuka dan jiwa menyapa..
bangkitkan mereka dari duka
-
Kita semua adalah manusia fana, takkan mampu menantang misteri alam
tetapi,........ tidak sekalipun ada penyerahan untuk kemanusiaan
tetapi,........ tidak sekalipun ada kata tunduk untuk kebesaran jiwa
Allah Maha Menyaksikan
Allah Yang Maha Meninggikan
kepadaNyalah rencana dan kuasa atas segenap roh, kita pasrahkan
Biar semua makhluk menatap dengan mata jiwa di atas batas kefanaan
Biar semangat berbagi itu menyatu bersama darah, 
para relawan yang telah pergi selamanya
-
Semua perjuangan dan pengobanan umat manusia bagi sesama
tiadalah akan pernah sia-sia di hadapanNya
Khusyukkan kata-kata doa menjadi hikmah di kedalaman hati
Songsongkan fajar pagi menjadi kekuatan indera dan raga
Berdirilah tegak di atas cabaran alam
bagi saudara-saudara sebangsa dan setanah air dengan cahayamu
-
Bumi kita menyapa putera-putera fajar,
yang mau membuktikan uluran tangan dengan ketulusan hati
yang mau menyeka sisa-sisa air mata Sahabat
dengan ketulusan doa dan perbuatan nyata
-
Waktu yang berlalu meminta kita untuk kembali bersama
Berikanlah dengan kesungguhan apa yang rela kita berikan
Agar kekuatan kebangkitan terwujud dari doa-doa
dan kebulatan tekad keraskan kepalan tangan
-
Inilah jiwaku
Inilah bangsaku
Inilah keIndonesiaanku
Mari nyatakan arti



Didedikasikan :

Kepada relawan yang telah wafat, bersama dengan catatan ini, ijinkan doa kami menyertai kepergian jiwamu.
Kepada para relawan, tentana nasional, dan sahabat sahabat di lokasi Wasior, Mentawai, dan Merapi, tiadalah ada yang layak kami berikan. Nilai nilai kebersamaan dan integritas diri telah Anda persembahkan bagi bangsa dan negera. Lakukanlah sesuai kemampuan tanpa harus ada korban lagi. Untuk kebesaran jiwa yang telah Anda buktikan, terimalah rasa bangga dan hormat kami.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang sadar akan perjalanan sejarah bangsa seutuhnya. Maka tidak ada manfaatnya dengan wacana penetapan sebutan nasional, jika nasionalis bukanlah bermakna jiwa menyapa tanpa takut dikejar sejarah. Saatnya kita menjawab sendiri dengan kekuatan dalam kebersamaan panggilan fakta sejarah kita itu, dalam bentuk apapun yang mampu kita berikan. Duka mereka adalah juga duka kita. Semoga Tuhan mau mendengarkan kepasrahan dan ketulusan doa-doa. Semoga tergeraklah kita dari kediaman diri, agar duka bangsa kita segera berlalu...

Salam dari kami rakyat kecil dan awam ini Sahabat, Bangkemal dan kawan kawan...
-
Keterangan : 
Dalam prakiraan, jika digabungkan ketiga bencana tersebut, baik yang wafat dan hilang, angkanya telah mencapai 1.000 jiwa lebih. Sejarah tanpa sebutan untuk Oktober Kelabu.
Salah satu sumber inspirasi, puisi tentang Tsunami, "Bibirku Bersujud Di Bibirmu", karya Hasan Aspahani :